Kunjungan Tzvetan Todorov (Tokoh Sastrawan dan Filsuf Prancis)

Tzvetan Todorov bersama dengan mahasiswa dan warga seniman lab budaya, seni dan pariwisata Diploma Prancis

Melukis Batik Topeng

Melukis batik topeng bersama mahasiswa kelas internasional di laboratorium budaya

Partisipasi Mahasiswa Dalam Karnaval Budaya

Mahasiswa berpartisipasi dalam acara karnaval kebudayaan bekerjasama dengan pemerintah daerah Yogyakarta

Di Museum Tani Jawa Chandran, Imogiri, Yogyakarta

Berkunjung ke laboratorium budaya Museum Tani Jawa, Kebon Agung, Chandran, Yogyakarta

Membajak Sawah

Berkunjung ke kompleks persawahan laboratorium pariwisata Diploma Prancis SV UGM

History of Art and Film Master Scholarships, University of Leicester, UK


The Department of the History of Art and Film is pleased to offer two part-fee bursaries for September 2013 entry to one of its two campus based Masters degree programmes.
The bursaries are open to new UK/EU and international applicants. The bursaries are worth £1,000 for UK/EU applicants and £2,000 for international applicants and are payable as a reduction of the course fee. The bursaries are for one year (full-time study) or two years (part-time study); the bursaries are paid pro-rata for part-time study. Applicants must be able to commence their studies in September 2013.
Masters Degrees in Historical Studies
The Department of the History of Art and Film at Leicester is a small, vibrant researchcommunity and offers opportunities for advanced study in a wide range of areas.

Two bursaries are available – one each for entry to one of the following Masters degree programmes:
  • MA in the Country House in Art, History, and Literature (campus based study only)
  • MA in Film and Film Cultures
Apply Now
All applications for a place on one of the two campus based Masters degrees listed above that are received by 31 March 2013 will be considered for these bursaries. There is no need to submit a separate application for these bursaries.

Informal enquiries are welcome – please contact:
MA in the Country House in Art, History, and Literature
Ms. Gemma Mayo, Course Administrator
gaj3@le.ac.uk
+44 (0)116 252 2905

MA in Film and Film Cultures
Dr Guy Barefoot, Course Director
gb80@le.ac.uk
+44 (0)116 252 2864

IMPORTANT – In the Fees and Financial Support section of the application, you must state that you wish to be considered for the “September 2013 History of Art and Film Masters Degree Part-Fee Bursaries”
The University of Leicester is one of the UK’s leading universities, committed to international excellence through the creation of world changing research and high quality, inspirational teaching. In 2008/2009 we were named the Times Higher Education’s University of the Year, with the judges describing us as “elite without being elitist”.

For more information, please visit official website.

Etik Eksistensialisme


Membahas topik etika dalam konteks eksistensialisme kadang-kadang menghasilkan respon yang mengidentikkan bahwa: seorang eksistensialis pasti adalah seorang ateis, yang menganut paham anarkis dan nihilisme. Pemikiran seperti ini sepenuhnya tidaklah tepat dan terkadang muncul dari pemahaman yang kurang mendalam mengenai eksistensialisme. Semakin banyak juga salah pengartian mengenai eksistensialisme yang berpacu pada pemikiran bahwa Tuhan telah mati dan Neraka adalah musuh yang harus diperangi.



Eksistensialis umumnya tidaklah ateis, meskipun Jean-Paul Sartre menyatakan bahwa dia adalah seorang ateis. Pada kenyataannya, kebanyakan penulis dan filsuf eksistensialisme memiliki latar belakang penganut berbagai macam aliran keyakinan. Berkeyakinan memiliki pengertian sebagai berikut, yakni bahwa jika seseorang harus otentik, maka sistem etika agama haruslah diterima. Demikian juga dalam hal menerima teori politik maka dituntut adanya pemikiran untuk menerima teori etis tersebut. Eksistensialis tidak mengembangkan sistem etika yang hampa- filsafat merupakan evolusi dari berbagai teori.

    Para penulis yang berbeda latar belakang dan bersama-sama membahas/menjabarkan suatu tema akan menghasilkan system etis dan metafisis yang berbeda-beda.
    Oxford Dictionary of Philosophy; Blackburn (ed), p. 130

Dalam tulisan Jean-Paul Sartre berjusul Notebooks for an Ethic tercantum kalimat berikut: 
    Sebuah klasifikasi nilai harus mengarah pada kebebasan: Klasifikasi seperti demikian bertujuan untuk membuat kebebasan menjadi semakin terlihat.

Bagian ini menunjukkan bahwa Sartre memang memandang nilai dan etika itu penting untuk kebebasan: kita harus saling menghormati satu sama lain jika kita, sebagai individu, ingin bertindak sebebas mungkin dalam tatanan sosial. Dalam bukuEksistensialism Is Humanism, Sartre menjelaskan bahwa eksistensialis dapat menilai orang lain, berdasarkan kebenaran dan kejujuran:

    Kita bisa menilai, bagaimanapun, karena, seperti yang telah saya katakan sebelumnya, seseorang menilai dalam pandangan orang lain, dan dalam pandangan orang lain seseorang menilai dirinya. Seorang dapat menilai, pertama ... bahwa dalam kasus-kasus tertentu penilaian itu dilandaskan atas suatu kesalahan, dan di sisi lain pada kebenaran. Kita dapat menilai seseorang dengan mengatakan bahwa ia menipu dirinya sendiri.
    Existentialism from Dostoevsky to Sartre; Existentialism is a Humanism; Kaufmann (ed), p. 365


Sartre mengingatkan kita bahwa tindakan dan pernyataan, berdasarkan pada kenyataan, terbentuk melalui pandangan orang lain - dan orang lain akan menentukan apakah kita adalah pembohong atau otentik apa adanya. Bagi Sartre, Adalah suatu kesalahan untuk mengabaikan fakta dan adalah suatu kesalah untuk menipu diri sendiri.

    Para eksistensialis tidak selalu setuju baik dengan keadaan yang sebenarnya atau pada tingkatan relatif nilai yang seperti apa yang mereka katakan selalu menyertai kesedihan dan penderitaan. [...] Secara umum bias dikatakan bahwa kebebasan memilih, martabat pribadi, cinta pribadi, dan usaha kreatif merupakan nilai-nilai eksistensialis, dan, secara umum bias dikatakan bahwa yang paling penting di antara hal-hal tersebut adalah kebebasan memilih/bertindak dan martabat individu.
An Introduction to Existentialism; Olson, pp. 17-8
 
Sebelum membahas etika Eksistensial, penting untuk memahami perbedaan antara etika dan moralitas. Dalam karya eksistensial, etika umumnya mengacu pada sistem, seperti logika pemrograman komputer - sebuah metode formal untuk menentukan "benar" dan "salah" dalam setiap situasi berdasarkan formula yang telah ditetapkan.Moral adalah praktek yang didikte oleh probabilitas, untuk menghasilkan kesesuaian perilaku (konformitas) di kalangan masyarakat. Dengan kata lain, apa yang mungkin memiliki sifat moral dalam suatu situasi belum tentu merupakan perilaku yang etis dalam pandangan eksistensialis. Penggunaan istilah-istilah ini secara bergantian dalam wacana normal akan memunculkan masalah. Menurut beberapa karya eksistensial, apa yang bermoral mungkin tidak etis, sedangkan kebanyakan orang akan berpendapat bahwa apa yang tidak etis tidaklah bermoral. Karena individu adalah objek perhatian utama para eksistensialis, moralitas pribadi dan etika akan menggantikan moralitas sosial dan etika populer. 

Bagaimana bisa sesuatu yang bersifat etis, bisa bersifat tidak bermoral? Etika berdasar pada sistem yang telah ditentukan, sedangkan moralitas sering didasarkan pada keyakinan pribadi. Jika seorang pengacara secara hukum dipaksa untuk membela seorang pembunuh, hal tersebut dikarenakan pengacara terikat oleh etika hukum dengan tujuan untuk menawarkan representasi terbaik. Moralitas untuk membela seorang pembunuh adalah yang menjawab pertanyaan ini - pengacara telah memilih untuk mentaati sistem etika yang ditetapkan.

Sistem etis ditegakkan dan dikodifikasi untuk diterapkan pada "masyarakat yang baik." Hukum didasarkan pada sistem etis dari masyarakat. Karena hukum berubah perlahan-lahan, moralitas masyarakat dapat dan sering bertentangan dengan kodifikasi etika masyarakat tersebut. Sistem moral dimulai dari individu, berdasarkan pada rasa "baik" dan "jahat" dalam berbagai hal. Moralitas agama sering mengalami konflik dengan etika sosial, terutama ketika moralitas agama bertentangan dengan hukum dan etika sosial yang lebih besar.

Etika 
    (1) Penelitian dan filsafat perilaku manusia menghasilkan penekanan pada penentuan benar dan salah.
    (2) Pedoman  pada profesi atau kelompok social: etika hukum, etika bisnis.  
    (3) Sistem moral, diterima oleh budaya.

Moral 
    (1) Berdasarkan probabilitas; perilaku manusia umum. 
    (2) Sesuai dengan standar perilaku kelompok dalam agama atau filsafat.
    (3) Apa yang "baik" untuk individu.

Keadilan 
    (1) Pengartian dari apa yang menjadi suatu keharusan atau layak dilakukan. 
    (2) Bersifat memihak. 
    (3) Jujur atau adil.

Kebenaran 
    (1) Kesesuaian dengan kebutuhan.
    (2) Keyakinan dalam logika pernyataan.
    (3) Sesuai dengan suatu sistem peraturan.

Salah satu masalah yang ditimbulkan oleh moralitas dalam eksistensialisme adalah moralitas yang harus dipahami dalam kaitannya dengan realism suatu keputusan. Ruang lingkup keputusan moral yang mengacu pada jumlah dan jenis individu dipengaruhi oleh keputusan. Ada empat cakupan utama mulai dari individu sampai masyarakat dalam komunitas besar. Karena moralitas didefinisikan oleh generalisasi dalam suatu kelompok sosial, moralitas berubah seiring dengan meningkatnya ruang lingkup untuk menyertakan lebih banyak individu ke dalamnya. Kadang-kadang orang yang baru masuk tersebut memperluas apa yang dapat diterima, sementara sebaliknya juga bisa benar.

   1. Moralitas pribadi: Seberapa  sesuai Anda dengan nilai-nilai Anda? 
   2. Regional atau kelompok moralitas: Seberapa sesuai Anda dengan moral lingkungan atau   kelompok sosial Anda? 
   3. 
Moralitas Nasional: Seberapa sesuai Anda dengan moral bangsa Anda? 
   4. Moralitas Internasional: Seberapa sesuai Anda dengan moral dunia ini?

Moralitas Pribadi 

Moralitas pribadi tidak memiliki pedoman eksternal. Moralitas pribadi dan bentuk autentitas merupakan dari inti eksistensialisme. Seseorang sendirilah yang menentukan apa yang dia ingin lakukan tanpa pengaruh eksternal. Pengujian moralitas pribadi adalah apa yang mungkin dilakukan selama tidak ada orang yang mengetahuinya. 

Fokus pada moralitas pribadi tidak semata-mata untuk eksistensialisme, tetapi tidak terpisah dari tradisi yang paling bermoral. Moralitas Nasional dan "Universal" akan menimbulkan permasalahan bagi para eksistensialis, jika bangsa-bangsa dan bahkan kelompok sosial yang lebih kecil membuat keputusan yang buruk. Kebebasan pribadi dan pilihan menentukan suatu tindakan.

Apa yang Anda lakukan ketika sendiri? Apa yang Anda lakukan saat orang lain tidak bias mengetahui apa yang Anda lakukan?

Moralitas Regional atau Moralitas Kelompok 

Wilayah dan kelompok Sosial menentukan batas-batas moralitas regional atau kelompok. Wilayah mendasarkan moralitas berdasarkan agama yang dominan, sumber daya, dan gaya hidup di daerah-daerah geografis. Antar wilayah dan moralitas individu ada berbagai kelompok moralitas. Moralitas ini cenderung untuk merangkul sebagian besar sistem regional, tetapi dengan berbagai syarat – seringnya berkaitan dengan loyalitas ke kelompok.
Selama Perang Saudara Amerika, AS selatan memiliki moralitas yang berbeda dari daerah Utara. Ini merupakan moralitas regional sampai ketika AS Selatan membentuk Negara Konfederasi. Pada saat itu, orang dapat berargumentasi bahwa dua moralitas nasional sedang berada dalam konflik. Hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah masalah kelangsungan hidup, karena AS Selatan secara ekonomi terancam oleh industrialisasi AS Utara.

Moralitas Nasional 
Legal systems often illustrate national morality. When wondering what a nation considers moral, consider the form of government and the legal system of the nation. What constitutes a criminal act within a nation exemplifies the morality of the population, assuming the country is not an unpopular dictatorship.

Sistem hukum sering menggambarkan moralitas nasional. Ketika menanyakan bagaimana sebuah bangsa memandang moral , pikirkanlah mengenai bentuk pemerintahan dan sistem hukum bangsa. Apa yang merupakan tindak pidana dalam suatu negara memberikan contoh tentang moralitas penduduk.

Moralitas Internasional 
Moralitas Internasional berubah terus-menerus, sehingga sulit untuk didokumentasikan. Setiap bangsa dan agama memiliki persepsi yang berbeda mengenai moral. PBB dan Pengadilan Dunia mencoba berupaya untuk mendefinisikan moralitas internasional.

Nilai eksistensial
Apakah ada landasan umum untuk eksistensialis? Apakah ada sistem etika, atau setidaknya landasan umum untuk berbagai nilai yang dinyatakan oleh eksistensialis? Ini adalah pertanyaan yang sering diajukan oleh mahasiswa untuk mencari tema perangkai dalam karya eksistensial. Menerima hidup adalah serangkaian pilihan yang selalu disertai kecemasan atau keputusasaan. Para eksistensialis tampaknya tidak memiliki alasan menanggapi perilaku moral yang ditentukan oleh masyarakat.

    Hanya sedikit dari para eksistensialis yang memiliki argumen tentang metode penilaian dimana nantinya nilai benar dapat diwujudkan, dan di mana nantinya seseorang memiliki kesan bahwa mereka, juga, meragukan tentang kemungkinan untuk membentuk standar penilaian untuk memberikan jawaban atas kebenaran obyektif atau universal. Heidegger dan Sartre telah mengatakan bahwa mereka tidak membuat pertimbangan nilai, meskipun istilah-istilah seperti "keaslian" dan "ketidakaslian" terus-menerus terulang dalam tulisan mereka. Istilah-istilah ini, seperti yang mereka katakan, sedang digunakan secara deskriptif, bukan secara evaluatif. Tidak seorangpun, bagaimanapun juga, telah merasa tertipu. Bahkan penafsir karya Sartre dan Heidegger telah mendeklarasikan contoh pernyataan seperti hal tersebut sebagai contoh keyakinan yang buruk. 
 An Introduction to Existentialism; Olson, p. 26
 Eksistensialisme tidak memiliki landasan etika, namun; kesulitan terletak pada mengakui hal tersebut. Untuk mengetahui dasar-dasar etika eksistensial, kita harus mengakui "kebenaran" di balik filosofi. Dasar bagi sekolah filsafat yang paling mendasar adalah seperangkat "kebenaran universal" yang telah disepakati oleh para pendukung filsafat. Hal itu sangatlah sederhana, yakni hanya memiliki satu aturan: "Tidak ada kebenaran universal." Tentu saja, aturan ini kemudian menjadi kebenaran universal dan paradoks. Eksistensialisme dasar adalah sebuah perangkat sederhana mengenai kebenaran yang berkenaan dengan kehidupan mahluk hidup, seperti dijelaskan dalam paragraf pembukaan dokumen ini: 

    * Pertama, makhluk hidup ada, maka mereka menghabiskan seumur hidup mereka mendefinisikan esensi individu;
    * Semua bentuk kehidupan makhluk, yaitu manusia, memiliki kehendak bebas;
    * Setiap tindakan, ekspresi, atau pikiran adalah hasil dari suatu keputusan;
    * Pengambilan keputusan adalah hal yang penuh dengan tekanan, tindakan soliter, bahkan ketika hal itu termasuk ke dalam bagian dari kelompok; dan 
    * Keputusan apapun dapat bersifat dan biasanya memang memiliki aspek negatif. 
"Kebenaran" tersebut membentuk dasar eksistensialisme. Nilai-nilai eksistensial merupakan nilai-nilai yang mengakui pentingnya kehendak bebas, kecemasan yang dialami oleh orang lain, dan potensi konsekuensi akan keputusan makhluk lainnya, hidup dan tidak. Fondasi dari setiap sistem etika yang digunakan oleh eksistensialis dapat diperingkas dengan pernyataan berikut:
   1. Eksistensialisme membutuhkan pemikiran konstan, ekspresi, dan tindakan - perkembangan aktif atas esensi seseorang. 
   2. Semua keputusan bersifat individual, di mana masing-masing orang bertanggung jawab atas pilihan nya. 
   3. Keputusan-keputusan yang paling penting adalah yang paling mempengaruhi kebebasan orang lain, hal-hal lain kurang penting. 
   4. Beberapa mungkin akan terpengaruh negatif, pilihan mereka dibatasi dengan keputusan, sehingga keputusan harus mewakili sebagian besar kebebasan kelompk. 
   5. Membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seorang individu dalam situasi apapun yang mengurangi kebebasan orang tersebut untuk mengekspresikan kehendak bebas. 
   6. Tidak ada hal seperti permintaan, karena orang selalu bisa menerima kematian sebagai pilihan.

Catatan: bahwa yang ditekankan dalam hal ini adalah kebebasan dan kehendak bebas. Bagaimana para eksistensialis memahami kebebasan bervariasi, sehingga penerapan prinsip-prinsip ini juga bervariasi. Sebagai contoh, Sartre dipandang Soviet Komunisme sebagai seorang yang bisa bebas dari kejaran dasar kebutuhan, seperti makanan dan tempat tinggal. Anarkis atau demokrat akan berpendapat kebebasan untuk melakukan kesalahan dan menderita adalah lebih penting daripada kebebasan dari penderitaan. Pelaksanaan etika eksistensial oleh karena itu bergantung pada pemahaman seseorang tentang kebebasan, namun semua eksistensialis memiliki tujuan yang sama: makhluk harus bebas atau mereka akan kurang memiliki esensi hidup.


1.       BerpikirBertindak& Berekspresi

Eksistensialisme adalah filsafat aktifberdasarkan pada pencarian keaslianindividuSeperti dalam kebanyakan agamakeaslian sempurna tidak dapat dicapaitetapi itu merupakan tujuan yang ingin dicapai eksistensialisYang terpenting adalah mengejar keaslianSeseorang menetapkan keyakinan otentikmelalui wacana dan debatKemudianseorang yang lain menegaskan keyakinanmelalui ekspresi dan tindakanJika seseorang memiliki pendapat atau pikiranituharus diungkapkanJika pikiran itu memerlukan tindakanmaka tindakan harusdiambil.

Keyakinan menawarkan contoh yang sangat baik mengenai tindakan eksistensial.Jika seseorang memiliki keyakinanmereka harus bertindak sesuai dengan keyakinannya tersebutKierkegaard dan Sartre keduanya memperkenalkanidealism iniwalaupun dari segi keyakinan mereka berbedaSartre percaya jikaseseorang mengaku sebagai seorang ateisseorang Katolikatau seorangYahudimaka individu diwajibkan untuk mempraktikkan ajaran keyakinan itu.Keyakinan Kierkegaard adalah dasar kritik tentang gerejaSeorang eksistensialisbukanlah orang yang beriman pasif atau orang yang tidak berimantindakantidaklah diperlukan.

Individu yang 
dihormati bersifat aktifhal ini didasarkan pada penunjukan esensimelalui tindakan nyaSeorang pengecutseorang yang pasifpaling tidak layakuntuk dihormatiSetiap pikiran memberikan kontribusi untuk mendefinisikan esensiseseorangsetiap pendapat adalah bagian dari esensi yang lebih besarCamusdan Sartre bahkan memperdebatkan mengenai cara terbaik untuk menjadi pasifisaktif - meskipun Perang Dunia II telah memberikan gambaran bahwa tidak adaseorangpun yang pasifis.


2.      Tanggung Jawab Pribadi

Mengambil tindakan harus siap menerima konsekuensi dari perbuatan itu. tanggung jawab pribadi merupakan prinsip dasar dalam eksistensialisme. Keputusan seorang individu secara eksklusif dimiliki pribadi orang tersebut - tidak peduli mengenai keadaan eksternalnya. Tidaklah etis untuk menghindari konsekuensi. Eksistensialis menerima resiko, mengetahui beberapa tindakan yang dapat mengakibatkan penderitaan pribadi.

Apa yang akan dikatakan oleh anggota perlawanan Perancis ketika diinterogasi? Jika kebenaran adalah semua tanggung jawab yang penting dan pribadi merupakan mandat eksistensialisme, bagaimana Sartre atau Camus menangani pertanyaan yang diajukan ketika mereka ditangkap? Dengan menyatakan, "Saya seorang anggota perlawanan. Aku tidak akan berkompromi dengan orang lain. "Tidak ada dusta, tanggung jawab diterima, dan lainnya tidak dirugikan. Tentu saja, eksistensialis mungkin tidak melakukan mata-mata yang sangat bagus - penipuan bukan bagian dari filosofi umum. 
Perang menawarkan debat filosofis yang ekstrim, sehingga kita harus mempertimbangkan kehidupan "setiap hari" ketika mendiskusikan eksistensialisme. Anak-anak cepat belajar untuk menghindari tanggung jawab dan menyalahkan, mereka belajar untuk berbohong untuk melindungi diri. Eksistensialisme menekankan seorang untuk menerima konsekuensi positif maupun negatif, yang tidak tampak sebagai suatu kecenderungan alami pada diri manusia. Bahkan hal-hal kecil, seperti berusaha menghindari tilang, bertentangan dengan etika eksistensial. 
Meskipun demikian, menerima tilang, tidaklah berarti patuh terhadap peraturan hukum. Seorang eksistensialis bebas untuk mengabaikan hukum, selama konsekuensinya diterima. Banyak eksistensialis mempraktekkan pembangkangan sipil, terutama selama tahun 1960-an. Ingatlah bahwa tindakan harus dihormati, sementara kepasifan ditolak oleh eksistensialis dan dianggap sebagai pengecut.
3.      Pentingnya, Lingkup

Jika berpikir berandai bahwa mungkin untuk hidup sendirian di sebuah pulau, tanpa kontak dengan makhluk lainnya, maka keputusan Anda akan memiliki nilai kurang, menurut beberapa eksistensialis. Situasi demikian akan dikenal sebagai ruang lingkup minimal - lingkup keputusan apapun yang terbatas pada satu makhluk. Pentingnya keputusan berbanding lurus dengan jumlah makhluk yang terpengaruh. Berpacu pada dasar ini, beberapa eksistensialis merasa tindakan menghindari beberapa perdebatan sementara aktif berpartisipasi dalam konflik lain dengan lingkup yang lebih besar bisa diterima. Hal ini tidak berarti bahwa eksistensialis tidak menyatakan pendapat pada hampir setiap hal - tetapi tidak mungkin untuk secara aktif terlibat dalam setiap konflik yang mempengaruhi kebebasan pribadi. 
Meskipun banyak eksistensialis menolak gagasan bahwa politik individu lebih superior, namun pada kenyataannya pemimpin dalam masyarakat atau bahkan dalam perusahaan adalah yang lebih mempengaruhi individu dengan keputusan mereka daripada orang lain. Karena tingkatan mereka lebih tinggi dalam struktur sosial, maka tindakan mereka setidaknya lebih penting. Bahkan ketenaran, diinginkan atau tidak, akan menghasilkan pengaruh yang lebih besar pada orang lain. Eksistensialis percaya bahwa keputusan harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pengaruh ini. Beberapa eksistensialis berbalik dari pengaruh, berdebat inti dari eksistensialisme adalah tanggung jawab pribadi. Yang Lainnya menggunakan pengaruhnya untuk memperluas diskusi dan perdebatan. 
Teknologi komunikasi modern, seperti Internet dan World Wide Web, telah membuat individu lebih mudah untuk mengekspresikan pendapat mereka kepada jutaan orang di dunia. Seiring dengan kemajuan tersebut, maka munculah kewajiban untuk melayani orang sebanyak mungkin, sesuai dengan eksistensialisme. Salah satunya adalah tidak lagi terbatas pada komunitas kecil, pengaruh itu global. Hal ini membuat keputusan tentang bagaimana memanfaatkan teknologi yang semakin penting.


4.       Kebaikan (Kebebasan)

Eksistensialis aktif mempromosikan kebebasan individu. Kebebasanhak untukmelaksanakan kehendak bebasadalah kebenaran universal dalam filsafateksistensialEksistensialis memiliki harapan untuk mengekspresikan ide danterlibat dalam tindakan untuk mempromosikan atau melindungi kebebasan orang lainMasalah yang dihadapi eksistensialis adalah realisasi keputusan yang palingmemiliki efek negatif terhadap beberapa individuMempengaruhi efek negatifbertentangan dengan tujuan eksistensialistetapi tidak bisa dihindari.
Karena pentingnya keputusan yang berkaitan dengan jumlah individu yangterpengaruhmaka ukuran "benar " atau "salah" tergantung pada jumlah orang yang terpengaruhEksistensialis umumnya tidak melihat keputusan sebagai"benar- sebuah keputusan yang baik hanya meminimalisir pelampiasan ataskebebasan orang lainKarena hanya ada kebaikan relatif terhadap keputusanapapuntidak ada "hitam dan putihpada situasi yang adaEksistensialissepertinya mempertimbangkan situasi secara mendalammungkin karena analisis situasi terlalu banyak.
Pertanyaan yang harus ditanyakan sebelum membuat keputusan adalah seberapa banyak individu yang merasakan kebebasan merekan berkurangsebagai akibatnyaAlternatif yang dipilih harus melindungi jumlah terbesar orang.Ingat prinsip terakhir yang telah dibahaspentingnya keputusan yang berkaitandengan jumlah individu yang terpengaruhPentingnya tidak mengacu padapotensi yang lebih besar untuk kebaikan.

5.       Beberapa Batasan

Struktur sosialsecara alamimembatasi kebebasan pribadiEksistensialis lebih suka situasi yang memungkinkan jumlah terbesar dari pilihan pribaditetapimereka 
memiliki beberapa kompromi yang diperlukanDalam hal standar etikahal ini tercermin dari eksistensialis melawan hukum dan fatwa moral yang mereka pandang sebagai pihak yang membatasi kebebasanSelain itueksistensialisberusaha untuk membrikan sebanyak mungkin kebebasan kepada individutanpamenjatuhkan masyarakat.

Pembatasan kebebasan tidak ditoleransi oleh eksistensialis - mereka 
diharuskan untuk berbicara dan bertindak melakukan perlawanan terhadap pembatasantersebutUntuk menjadi eksistensialis otentik seseorang harus berjuang untukkebebasanEksistensialisme ditandai oleh keinginan untuk kebebasan yang lebih besarmeskipun seseorang mungkin berpikiran mustahil untuk merasakankebebasan tersebut. Akibatnyaeksistensialis cenderung untuk membela hak-hakorang lainbiarpun tidak memiliki pengaruh terhadap diri sendiri.

6.      Kebebasan Kehendak Sejati

Menurut eksistensialismepilihan utama adalah kematianBiasanya kematianadalah pilihan yang masuk akaleksistensialisme mengakuitapi kadang-kadangmungkin 
adalah satu-satunya pilihan yang etisSeorang eksistensialis akanbersedia untuk melakukan "pengorbanan tertinggijika hal itu akan melindungikeberadaan dan kebebasan banyak orang.

Keyakinan & Eksistensialisme

Eksistensialisme bukan sebuah lembaga pemikiran tunggal, di luar setiap dan segala bentuk keyakinan. Hali ini membantu untuk memahami bahwa banyak dari mereka yang mempengaruhi eksistensialisme adalah orang beragama. Blaise Pascal, yang tulisan-tulisannya dipengaruhi eksistensialisme, dan Kierkegaard yang merupakan seorang Kristen yang taat. Pascal adalah seorang Katolik yang meninggal di sebuah biara. Kierkegaard seorang Protestan radikal, seorang pendukung ajaran Martin Luther.
 
Nietzsche, meskipun terkenal dengan pernyataannya "Tuhan sudah mati", juga tampaknya pernah percaya terhadap Sang Pencipta, meskipun ia membenci agama yang terorganisasi sebagai alat manipulatif untuk mengendalikan massa. Dia sering menghina Gereja yang hanya menimbulkan banyak kekacauan. Beberapa di antaranya, terutama Walter Kaufmann, menjuluki Nietzsche sebagai eksistensialis "anti-Kristen", karena ia percaya bahwa gereja-gereja Kristen yang terorganisir adalah pengaruh yang paling merusak pada masanya. Sebagai klarifikasi, Nietzsche tidak menulis bahwa Sang Pencipta tidak mempengaruhi kemanusiaan ... seperti misalnya orang tua yang telah membiarkan anak-anakNya pergi dengan cara mereka sendiri. Nietzsche tidak mengkhawatirkan tentang Surga, Neraka, atau jiwa manusia. 

Dostoyevsky dahulu merupakan penganut Ortodoks Rusia, ke titik yang fanatik. Dia sama relijiusnya dengan penulis relijus lainnya, meskipun kegagalan moralnya sendiri hapir menjadi hal yang legendaris. (Jika kita percaya kepada beberapa penulis biografi, yaitu.) Kafka adalah seorang Yahudi, sehingga dia tidak dapat dianggap sekuler. Keluarganya tidak serelijius Kafka. Kafka sendiri mungkin suka, tetapi ketika anda mempertimbangkan bahwa keluarganya meninggal di kamp konsentrasi, jelas mengapa ayahnya tidak terbuka mengenai keyakinannya di depan umum. Hegel, idealis Jerman dari banyak teori eksistensialis yang menarik, merupakan seorang yang sangat religius – ia menulis bahwa semua otoritas harus berasal dari Pencipta. Seluruh sistem etik Hegel didasarkan pada keberadaan Pencipta Agung dan kehendak Pencipta. Bahkan, Hegel percaya bahwa penguasa tidak memperoleh kekuasaan tanpa persetujuan dari Pencipta. 

Kita pada akhirnya dihadapkan dengan Camus dan Sartre, dan diantara keduanya hanya Sartre yang dapat dilihat secara konsisten menolak setiap dan semua kepercayaan dalam kekuatan ilahi. Sartre dibesarkan di lingkungan beragama, tetapi Perang Dunia II dan penderitaan konstan dunia mengusirnya imannya, menurut beberapa penulis biografi, termasuk kekasihnya, Simone de Beauvoir. Anehnya, Sartre menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya mengeksplorasi masalah iman dan dedikasi dengan seorang Yahudi ortodoks. Orang hanya bisa menebak mengenai percakapan mereka, karena Sartre selalu menolak untuk direkam percakapan mereka.
Ada eksistensialis tertentu yang dikenal atas penerimaan keyakinan mereka dan perannya dalam filsafat. Para eksistensialis Kristen adalah sekelompok pria, terutama kelahiran Eropa, yang hidup dari tahun 1600 sampai pada pertengahan tahun 1900-an. Orang-orang ini cenderung menjadi Katolik, Ortodoks Timur, Lutheran, atau Anglikan. Sebagian besar dari orang-orang ini memiliki pengalaman monastik, atau indoktrinasi agama serupa. 
Agama Eropa, sampai hari ini, yang masih bertahan cenderung sangat tradisional. (Semakin sedikit orang Eropa yang mengklaim diri mereka sebagai orang beragama agama dan menghadiri upacara keagamaan daripada orang Amerika.) Untuk Pascal atau Dostoevsky, keyakinan agama mereka benar-benar fundamental, termasuk keyakinan bahwa hukum lengkap dalam Imamat harus diikuti. 
Kristen Amerika jauh lebih bervariasi dari Timur Ortodoks atau Katolik dari tahun 1600-an. Sejarah Eropa didominasi oleh kekuatan Gereja Katolik dan keturunannya, berbagai Gereja Ortodoks, seperti, Yunani Armenia, dan Rusia. Dalam gereja-gereja, kegagalan untuk menerima ritual dianggap sebagai menolak keselamatan. Oleh karena itu, ekskomunikasi telah lama menjadi senjata politik - setidaknya sampai abad ini.

Bagi eksistensialis Kristenkeyakinan untuk membela keputusan individudilakukan dengan seperangkat aturan ketatSebagai prinsip iman, beberapa orang Kristen percaya bahwa mereka akan dianiaya karena keyakinan merekaselama masa kesusahan dan mengutip Matius 24Markus 13 dan Lukas 21sebagai bukti dari iniWahyu kepada Yohanesatau Kitab Wahyujuga dikutipoleh banyak orang Kristen sebagai  pengujian iman mereka.
Bagi ateisironi adalah bahwa tidak peduli berapa banyak hal yang Andalakukan untuk memperbaiki diri sendiri dan orang lainAnda masih akanmemburuk dan matiEksistensialis Banyak yang percaya bahwa kemenanganterbesar dari individu adalah untuk mewujudkan absurditas hidup dankemudian menerimanyaSingkatnyaAnda menjalani hidup sengsarakarenaAnda mungkin atau mungkin tidak dihargai oleh kekuatan yang lebih besar.Jika kekuatan ini ada, mengapa orang menderitaJika tidak adamengapatidak bunuh diri dan memperpendek penderitaan AndaPertanyaan-pertanyaan ini hanya mengisyaratkan kompleksitas pemikiran eksistensial.

Individu Versus Masyarakat 
Eksistensialis cenderung untuk menggambarkan kehidupan sebagai rangkaian perjuangan antara individu dan semuanya. Individu dipaksa untuk membuat keputusan; sering pilihan lain merupakan pilihan yang buruk. Dalam tulisan-tulisan dari beberapa eksistensialis, tampaknya bahwa kebebasan dan pilihan pribadi adalah benih penderitaan. Kutukan kehendak bebas adalah ketertarikan khusus pada eksistensialis teologis dan Kristen. Dengan memberikan orang kebebasan kehendak, Sang Pencipta telah menghukum manusia dengan cara yang terburuk.
Societal structures are the result of men and women attempting to limit their own choices. This theory works like a 12-step recovery program: society exerts needed peer pressure to ease the decision-making process. Accordingly, the more structured a society, the more functional it should be. Adoption of this anthropological theory might explain why the existentialists tended to favor authoritarian or rigid forms of government, such as communism, socialism, and fascism. This possibility is discussed in more detail in the section regarding thepolitical existentialists. Having one political party, one strong leader, one source of direction makes it easy to function.

Struktur masyarakat adalah hasil dari pria dan wanita yang berusaha untuk membatasi pilihan mereka sendiri. Teori ini berjalan seperti 12-langkah program pemulihan: takanan terhadap masyarakat diperlukan untuk mempermudah proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, masyarakat yang lebih terstruktur, seharusnya semakin fungsional. Penerapan teori antropologi mungkin menjelaskan mengapa eksistensialis cenderung mendukung bentuk otoriter atau pemerintah yang menurut mereka kaku, seperti komunisme, sosialisme, dan fasisme. Namun saya berpendapat jika pendapat tersebut kurang tepat karena pada dasarnya tujuan dari sekelompok paham politik dan eksistensialisme tersebut adalah sejalan; yakni kemanusiaan dan kesetaraan manusia dalam meraih haknya untuk hidup.

Eksistensialis akan menjelaskan mengapa beberapa orang yang tertarik untuk karir militer berdasarkan tantangan dalam membuat keputusan. Mengikuti perintah itu adalah hal mudah, karena memerlukan sedikit usaha emosional untuk mengerjakan sesuatu yang diperintahkan pemimpin mereka. Jika peratura tidak logis, bukanlah tanggungan prajurit untuk mengajukan pertanyaan. Dengan cara ini, perang dapat dijelaskan, genosida massa akan bisa dipahami. Orang-orang hanya melakukan karena mereka diperintah. 

Bagaimana bisa filsafat yang berfokus pada individu merangkul teori-teori anti sosial? Akibatnya, Sartre dan Heidegger keduanya percaya bahwa orang terbebas dari keputusan dasar, seperti bagaimana untuk mendapatkan makanan, tempat tinggal, dan keamanan, dan mereka bisa berkonsentrasi pada pencapaian keputusan yang lebih penting. Heidegger, seorang pendukung Hitler, dan Sartre, seorang pendukung Uni Soviet, keduanya memandang dalam pemerintahan otoriter janji kebebasan individu yang lebih besar untuk mengejar pencapaian seni, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Ketika utopia dicapai dan orang-orang melakukan apa yang mereka anggap terbaik, maka individu akan memperoleh manfaat dan masyarakat secara keseluruhan juga akan mendapatkan keuntungan.